Powered by Blogger.

Bukan Anak Aceh Selatan kalau Tidak Kebal!

Oleh Herman RN

Boy Hakki/acehjurnal.com
Sisa-sisa gerimis masih melekat di atap gedung pertunjukan Taman Budaya Aceh. Bangku-bangku panjang dari semen dalam gedung open stage taman itu masih basah. Malam terus saja merangkak. Rembulan dan gemintang sembunyi di balik mega. Gedung itu hanya diterangi remang-remang lampu listrik.

Di panggung pertunjukkan, sebelas orang pemuda berpakaian serba kuning sedang menabuh rapa-i. Mereka duduk bersila sembari terus memainkan jemarinya di kulit rapa-i. Di sudut kiri, tidak jauh dari 11 pemuda itu, seorang lelaki paruh baya sedang bersyair mengikuti irama tabuhan rapa-i. Di hadapannya berbilah rencong ditancapkan ke sepotong kayu kecil yang ada di lantai.

Sejenak kemudian seorang lelaki berpakaian serba hitam melompat ke tengah. Dia meraih sebilah rencong tersebut. Lalu menusuk-nusukkan ke pangkal pahanya. Berkali-kali dia menancapkan rencong itu, tapi tidak ada darah setetes pun yang muncrat.

Lelaki itu mundur ke belakang. Kini hadir lelaki yang lain. Usianya sekitar 20-an. Dia juga menusukkan sebilah rencong ke pahanya. Dua kali dia melakukan gerakan itu, mata rencong bengkok. Rencong di buang ke luar panggung. Lelaki itu mengambil rencong yang lain dan melakukan hal serupa kembali. Rencong kedua patah. Lelaki itu pun mundur ke belakang seperti lelaki semula.


Beberapa saat kemudian, seorang lelaki tiga puluh-an berteriak di atas panggung. “Kita akan lihat kebesaran Allah. Saya akan mengebor tapak tangan saya,” ucapnya sambil menyalakan mesin bor kayu. Lantas lelaki itu menancapkan mata bor yang sedang berputar ke telapak tangannya, lalau ke perutnya.

“Sudah lihat kebesaran Allah?!” pekiknya lagi. “Tak ada darah sedikit pun. Tapi ingat, ini hanya sebuah kesenian. Jangan pernah mencoba-coba di rumah, karena nanti Anda bisa kecelakaan. Kalau sekarang, siapa pun boleh mencobanya. Yang di bawah juga boleh naik untuk mencoba. Namun, ada syaratnya. Anda harus tahu akan Allah,” lanjut lelaki asal Aceh Selatan itu.

Tak puas dengan apa yang baru saja diperlihatkkannya, lelaki itu menelan bara dari ujung kayu kecil yang sedari tadi sudah dibakarnya. Dia mengunyah bara tersebut seperti mencomot daging sate. Belum juga puas, dia menggamit sebuah senapan angin. Lantas kepada seorang perempuan muda dari arah keramaian, dimintanya untuk mendekat. Senapan itu diarahkan ke tapak tangan si perempuan.

Tarr…! Senapan meletus. Perempuan itu memicingkan matanya. Sejenak kemudian bibirnya menyungging senyum sembari memperlihatkan pelor senapan di tapak tangannya. Jangankan tembus, setetes darah pun tak ada.
Demikian sedikitnya gambaran atraksi debus yang diperlihatkan oleh Dewan Kesenian Aceh Selatan. Pedebus-pedebus Kota Naga itu menyembelih leher dia, leher temanya, bahkan leher salah seorang penonton. Namun, tak ada sebatang leher pun yang putus. Malahan, mata rencong bengkok, bahkan ada rencong yang patah saat ditusukkan ke paha mereka.

Pertunjukkan tersebut digelar di gedung terbuka Taman Budaya Aceh malam kemarin, Selasa (14/8) dalam rangka penutupan hari kesenian Aceh. Salah seorang pedebus sempat berujar sebelum memulai atraksinya. “Orang Aceh adalah pemberani. Tidak takut besi,” tuturnya disambut sorak dari penonton.
“Pada zaman dahulu, Anak Aceh Selatan tidak akan diberikan merantau sebelum dia bisa debus, sebelum dia diberi bekal ilmu kebal. Atau minimal bisa ilmu bela diri,” lanjut lelaki itu. “Namun, daboh atau debus ini hanyalah sebuah kesenian. Tolong izinkan kami untuk menampilkan kesenian debus dari daerah kami. Jangan ganggu kami saat bermain nanti. Ini hanya sebuah kesenian,” imbuhnya.

0 Komentar untuk "Bukan Anak Aceh Selatan kalau Tidak Kebal!"

\bisnis paling gratis

Iklan

Back To Top