Powered by Blogger.

86.400 Liter Merkuri Cemari Aceh Selatan

TAPAKTUAN - Sistem pengelolaan batu emas dengan pola gelondongan (trailing) di sejumlah titik di Kabupaten Aceh Selatan semakin memicu banyaknya merkuri yang lepas kendali. Bahkan selama dua tahun ini merkuri yang terlepas di alam terbuka diperkirakan mencapai 86.400 liter.

“Pengelolaan batu emas secara tradisional yang dilakukan pengusaha gelondongan di sejumlah lokasi itu kini sudah ke tahap mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. Karena ribuan liter merkuri dari pengelolaan emas itu sudah meresap ke bumi dan alam terbuka,” kata Kepala Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (Kapedalda) Kabupaten Aceh Selatan, Ir HM Johan kepada Serambi, Rabu (9/11) di ruang kerjanya  sehubungan semakin banyaknya usaha penggilingan material logam mulia secara tradisonal di daerah itu.


Didampingi Kasi Pengendalian Lingkungan Hidup, Rafli dan seorang stafnya  Muhammad, M Johan menyebutkan, jumlah usaha pengelolaan emas di kabupaten itu kini sudah mencapai sekitar 300 unit lebih tersebar di sejumlah kecamatan. Selain  pola pengelolaan gelondongan (trailing), kini sudah ada juga usaha penggilingan sistem blender dan sistem pengendapan (sidementasi).

Johan mengungkapkan, dalam setiap pengelolaan material yang diperkirakan mengandung emas itu diperlukan air raksa (merkuri) sebagai perekat butiran emas. Untuk satu gelondongan yang tabungnya mencapai 10 buah dengan  isi 10 liter perbuah itu memakai 80 cc merkuri untuk sekali beroperasi. Kalau beroperasi enam kali sehari semalam, maka merkuri yang lepas kendali sebanyak 480 cc, yakni setengah liter kurang sedikit, 1 liter = 1.000 cc.

Nah, kata Johan, kalau jumlah usaha gelondongan mencapai 300 unit, maka merkuri yang lepas kendali sebanyak 144.000 cc atau 144 liter perhari. Jika dalam setahun hanya 300 hari kerja, maka  dari 300 unit usaha itu telah dilepas sebanyak 43.200.000 cc atau 43.200 liter merkuri. Dengan demikian, kata Johan, selama dua tahun telah dibuang sebanyak 86.400.000 cc atau 86.400 liter merkuri.

Selain meresap ke tanah, sungai, bahan berbahaya itu juga lepas ke alam bebas. Tidak hanya mengancam tanaman dan ternak, tapi juga mengancam kesehatan manusia, terutama masyarakat yang berdomisili di sekitar usaha gelondongan, serta warga yang berada di sepanjang aliran sungai yang sudah terkontamiasi limbah merkuri (hydragyrum).

Johan mengakui, sejauh ini pihaknya belum menemukan adanya warga yang terkena dampak bahaya merkuri tersebut. Tapi ia yakin Tragedi Minamata (Minamata Disease) di Jepang akan terjadi di Aceh Selatan. 

Seperti diketahui, berdasarkan hasil penelitian, penduduk di sekitar Teluk Minamata tersebut memakan ikan yang mengandung merkuri yang berasal dari buangan sisa industri plastik. Tragedi ini telah menyebabkan 100 orang meninggal atau cacat seumur hidup antara tahun 1953 sampai 1960. Gejala keanehan mental dan cacat syaraf mulai tampak terutama pada anak-anak.

“Memang sejauh ini belum ada warga yang terkena bahaya merkuri itu, karena akumulasinya (dampaknya) dalam jangka waktu yang lama,” katanya.

Dikatakan Johan, dalam melakukan aktivitasnya  mengelola emas itu warga tidak pernah mengenakan alat pengaman pernafasan  (masker), sarung tangan, dan sepatu. Bahkan mereka juga bebas merokok, makan dan minum di tempat gelondongan tanpa menghiraukan akibatnya. “Kita sudah mengarahkan agar mengenakan sarung tangan dan pengaman pernafasan. Tapi mereka selalu beranggapan bahwa merkuri itu tidak berbahaya,” katanya.


sumber: serambinews.com
Tag : News
0 Komentar untuk "86.400 Liter Merkuri Cemari Aceh Selatan"

\bisnis paling gratis

Iklan

Back To Top