Powered by Blogger.

Mengintip 'Dosa-dosa' Irwandi-Nazar di Pantai Barat Selatan


Setelah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) selama memimpin Aceh 2007-2011 muncul berbagai persoalan yang kini terus dievaluasi terhadap kinerja Pemerintah Aceh hingga masa berakhirnya jabatan Irwandi dan Nazar pada 8 Februari 2012 mendatang.

Katakanlah BPK RI Perwakilan Aceh yang telah melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun anggaran 2010. Kemudian hasil auditnya diluncurkan pada tanggal 29 November 2011 di Gedung DPRA.

Usai serah terima audit BPK itu, Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda langsung merespon akan membentuk Pansus untuk menelusuri ke lapangan atas temuan BPK tersebut. “Pansus VII — XIV terbentuk dan bertugas pada 5-11 Desember 2011,” kata Sulaiman Abda.

Temuan BPK terhadap pelanggaran sejumlah kasus pembangunan di Aceh cukup banyak. Terlalu panjang untuk dikupas, namun inti sarinya menandakan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) mendapat perhatian khusus dan berkinerja jelek.

Salah satunya proyek penanganan tanggap darurat bencana alam yang dilakukan dengan penujukkan langsung berdasarakan surat pernyataan bencana alam dari bupati yang dianggap tidak informatif.  Proyek ini dibawah kendali Dinas Pengairan Aceh.

Kemudian ada lagi proyek pembangunan Pabrik Kelapa Sawit di Abdya yang realisasinya hanya 80 persen dibawah kendali Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh. Tak tanggung-tanggung dalam satu lokasi PKS ada 6(enam) kontraktor yang melakukan kegiatan dengan pagu anggaran hingga Rp26 miliar lebih.

Rinciannya temuan BPK RI Perwakilan Aceh sebanyak 22 kasus berindikasi kerugian negara dengan nilai Rp117 miliar. Kasus-kasus ini mulai tahun 2004 sampai 2009. Salah satu kasusnya pada DPKKA yaitu belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten kota tahun anggaran 2009 sebesar Rp86 miliar yang belum dipertanggungjawabkan.

Kemudian kasus lain pada Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja Mobilitas Pendudukan dengan kasusnya pembayaran atas pekerjaan kegiatan lanjutan tahun anggaran 2008 sebesar Rp490 miliar dengan jumlah kerugiannya mencapai Rp1.9 miliar lebih.

Pada Dinas Pendidikan juga ditemukan kasus kerugian negara senilai Rp188 juta lebih pada proyek Pembangunan Pusat Pengembangan Mutu Guru (PPMG) sebesar Rp3 miliar lebih dengan indikasinya tidak sesuai kontrak dan denda keterlambatannya belum dipungut hingga menimbulkan kerugian negara tahun 2009.

Temuan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri sebanyak satu kasus berindikasi kerugian negara senilai Rp5.2 miliar lebih yaitu kasus tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional ketua dan anggota DPRA yang belum dikembalikan.

Selanjutnya temuan Inspektorat Aceh sampai 26 Agustus 2011 berjumlah 119 kasus dengan nilai Rp6 miliar lebih yang berasal dari hasil pemeriksaan reguler dan khusus.

Tidak cukup dengan itu, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) juga melakukan audit dengan menurunkan Tim Pansusnya ke semua kabupaten kota di Aceh. Pansus VII sampai Pansus XIV turun ke lapangan pada 5 — 11 Desember 2011. Hanya 6(enam) hari saja sudah banyak temuan pelanggaran yang ditemukan.

Kemudian pada Rabu (14/12) malam hingga pukul 00.00 WIB , temuan Pansus VII - XIV itu dibeberkan melalui Masa Persidangan III DPRA 2011 Tentang Perhitungan Anggaran 2010. Hasil temuan Pansus malam itu diserahkan kepada Asisten II Setda Provinsi Aceh,T. Said Mustafa.

The Globe Journal mencoba menghimpun temuan Pansus itu untuk kawasan Pantai Barat Aceh, sebut saja Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan dan Kabupaten Siemeulu.

Di Aceh Jaya, pembangunan jembatan gantung Sarah Raya di Kecamatan Pasi Raya yang belum siap dikerjakan.Proyek ini ditengahi oleh Dinas BMCK Aceh. Jembatan yang dibangun dengan anggaran tahun 2010 sama sekali belum siap dikerjakan, baru siap dibangun hanya tembok pengikat kabel serta tiang rangka baja yang berdiri tegak. Konon masyarakat menganggap “jembantan di gantung bukan jembatan gantung”.

Kemudian tim Pansus IX melakukan kunjungan ke Irigasi Alue Jang, Kecamatan Teunom, Aceh Jaya dengan menelan anggaran sebesar Rp1,8 miliar lebih. Saluran pengantar air ke sawah masyarakat sudah hancur sepanjang 18 meter dan titik kedua hancur 8 meter. Kerusakan tersebut sampai saat ini belum diperbaiki, dan dikhawatirkan petani akan mengalami kerugian besar. Proyek ini ditangani oleh Dinas Pengairan Aceh.

Berangkat ke Aceh Barat. Pansus IX menemukan sejumlah pelanggaran terhadap pembangunan infrastruktur dilingkungan SMP Negeri 2 Arongan Lambalek Aceh Barat. Tim Pansus IX menemukan permasalahan terutangnya biaya pembebasan tanah sebesar Rp14.000.000,-. Kemudian instalasi listrik dan MCK dilingkungan sekolah belum ada. Apalagi bangunan yang menghabiskan dana sebesar Rp 400 juta lebih itu belum diserahterimakan kepada pihak sekolah.

Pembangunan jembatan rangka baja Alue Waki Gunong Kong juga sempat membingungkan Pansus IX. Jembatan tersebut seharusnya dibangun dengan rangka baja tapi kenyataannya hanya dibangun dengan jembatan billey oleh PT. Ari Kharisma dengan dana sebesar Rp5,5 miliar sepanjang 150 meter.

Menuju ke Nagan Raya. Pansus IX menemukan sejumlah pelanggaran pada pembangunan Ruang Kelas Belajar (RKB) di SMP Beutong Ateuh dengan nilai kontrak Rp349 juta oleh CV. Bima Putra Mandiri. Gedung tersebut selesai 100 persen namun gedung RKB itu belum dimanfaatkan padahal sudah siap dikerjakan setahun yang lau. Dikhawatirkan bangunan tersebut menjadi gedung yang mubazir.

Pelaksanaan pembangunan terminal type B di Nagan Raya juga menuai masalah. Pembangunan terminal yang menghabiskan uang negara sebesar Rp5,2 miliar lebih itu masih butuh perbaikan seperti instalasi listrik yang semraut, lokasi terminal tidak sinkron, pembangunannya dilakukan tanpa proses survey dan perencanaan yang matang.  Proyek tersebut belum diserahterimakn ke Pemerintah Kabupaten Nagan Raya.

Proyek pembangunan drainase pemukiman lokasi Seunaam IV Nagan Raya dengan anggaran Rp512 juta APBA 2010 oleh CV. Cakra Lestari hingga Pansus IX turun ke lapangan belum dikerjakan atau kurang jelas lokasinya. Hal sama juga terjadi pada proyek prasarana pemukiman lokasi UPT 4 Seuneam Nagan Raya oleh PT. Bumoe Aceh Jaya dengan nilai sebesar Rp1 miliar lebih.

Kemudian di Aceh Barat Daya ditemukan masalah terhadap pembangunan masjid Agung Blang Pidie oleh Dinas BMCK Provinsi Aceh. Tujuan mulia ini sangatlah mengecewakan dan menyisakan keprihatinan.

Kekecewaan tersebut terlihat pada pekerjaan timbunan yang dikerjakan pada tahun 2010 yang dialokasikan Rp3,7 miliar untuk penimbunan. Pengunaan dana tersebut melewati batas anggaran tahun 2010, yang dianggap menyalahi aturan anggaran. Serta diduga terjadi mark up volume atas pekerjaan penimbunan tersebut.

Pada pembangunan masjid Agung Blang Pidie ini juga ditemukan kejanggalan dalam pengalokasian penganggaran pekerjaan untuk tahun 2011 dengan dana Otsus kabupaten yang seharusnya dialokasikan dalam 1 paket bantuan, tapi untuk menghindari proses lelang pihak Pemkab Abdya membagi 2 paket pekerjaan yaitu pembangunan mesjid dan pekerjaan pagar. Kedua paket itu mengunakan satu rekening panitia pembangunan mesjid.

Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Abdya juga menuai masalah. Kemudian pembangunan pengaman pantai di Desa Batu Itam, Aceh Selatan ditemukan kejanggalan atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada. Proyek ini melalui Dinas Pengairan Aceh.

Pembangunan jalan Pante Geulima Kecamatan Labuhan Haji Barat, Aceh Selatan yang dikerjakan tidak sesuai spesifikasi yang ada. Masyarakat menolak pembangunan tersebut karena asal jadi. Selain itu Pembangunan Laboratorium Komputer SMPN Bakongan yang sudah siap dikerjakan tapi kondisi fisiknya sangat kurang. Plafonnya bocor, lantainya sudah turun dan retak.

Di Kabupaten Siemeulu cuku banyak masalah. Pembangunan masjid Agung di Kabupaten Siemeulu sudah dua kali dialokasikan dana yanitu tahun 2009 sebesar Rp9,5 miliar dan tahun 2010 sebesar Rp8,5 miliar akan tetapi pembangunannya tidak dilaksanakan.

Tim Pansus XIV tahun 2011 juga berkesempatan meninjau pembangunan gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Siemeulu yang dibangun tahun 2009 dan sudah selesai dibangun, tapi sampai sekarang bangunan itu belum difungsikan.

Kemudian pembangunan gedung PPMG Siemeulu yang dialokasikan Rp2 miliar lebih itu tidak ada perkembangan apapun. Pemerintah Aceh terkesan hanya buang-buang uang saja,” kata Ir. Liswani salah seorang anggota Pansus XIV DPRA.

Menanggapi semua "dosa-dosa" itu, Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar kepada The Globe Journal usai menutup closing Skill Training Empolyment Promotion (STEP) Swiss Contact di Aula SMK 1-3 Aceh (15/12) mengatakan harus ditindak-lanjuti semua temuan BPK dan bukti-bukti dari Pansus DPRA tersebut yang menyangkut dengan pembangunan Aceh.

Desakan pengusutan pelangaran pengunaan uang negara itu terus mengalir. Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengaku sangat geram dengan kinerja Pemerintah Aceh yang bermewah-mewah dengan uang rakyat.

Anggota DPRA Aceh, Adnan Beuransyah dan Abdullah Saleh juga mengharapkan agar penegak hukum segera mengusut pelanggaran dan temuan tersebut. “Terutama terhadap kasus besi tua dan CT-Scan di RSUZA,” kata Adnan Beurasyah kepada The Globe Journal (15/12).


Kapolda Aceh, Irjen Pol. Iskandar Hasan kepada sejumlah wartawan usai melakukan silaturahmi dengan Anggota DPRA (15/12) di ruang Banmus menguraikan tidak pandang bulu dan pilih kasih menindak kasus korupsi di Aceh. “Kalau unsur yuridisnya lengkap maka akan kita tindaklanjuti," Demikian Kapolda Aceh, Irjen Pol. Iskandar Hasan.
Firman Hidayat/theglobejournal
Tag : feature
0 Komentar untuk "Mengintip 'Dosa-dosa' Irwandi-Nazar di Pantai Barat Selatan"

\bisnis paling gratis

Iklan

Back To Top