Powered by Blogger.

Tak Ada Jalan, Pohon Pisang pun Jadi



KETIKA itu, waktu masih berkisar pada dua per tiga malam. Embun mulai turun. Semestinya, saat yang cocok untuk melaksakan ibadah qiyamul lail.
Tidak demikian dengan sejumlah pemuda Gampông Limau Purut, Kotafajar, Kecamatan Kluet Utara. Mereka keluar, ke jalan raya. Para pemuda itu membawa dua batang pohon pisang dan sebatang pohon kelapa yang masih kecil.
Pohon pisang itu mereka tanam tepat di tengah badan jalan menuju Kota Fajar, pusat Kecamatan Kluet Utara. Pasalnya, hampir sepanjang Jalan T. Meurah Adam rusak parah. Di sekitaran tugu bundaran Gampông Simpang Empat, jalan mesti ekstra hati-hati, sebab lubang semua. Bahkan, parahnya jalan di sana, rusak hingga sampai ke Meunggamat.

“Beginilah kenyataannya. Jalanan seperti kubang kerbau. Muat tiga ekor kerbau berkubang di sana kalau musim hujan. Di musim panas, kami hanya makan debu,” ungkap Edi, pemuda Kotafajar, sembari menjelaskan lubang yang paling besar tepat di depan rumah Rajudin Abbas, Anggota DPRK Aceh Selatan.
Seorang lelaki lain mengatakan, pohon pisang itu ditanam beberapa pemuda di sana pada Minggu (4/9) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Semua itu mereka lakukan karena sudah tidak tahan melihat jalan kecamatan yang tak pernah dipedulikan, baik oleh pemerintah daerah maupun DPRK setempat.
“Namun, paginya pohon pisang itu dicabut oleh aparat gampông bersama pihak Polsek Kluet Utara,” kata Maulizar, warga Kotafajar.
Ia menambahkan, ssoknya, Senin (5/9) sekitar dini hari, sejumlah pemuda setempat kembali membawa dua pohon pisang ke jalan yang paling besar lubangnya itu. Hanya saja, kali ini mereka tidak mengangkut pohon kelapa seperti hari sebelumnya. Pagi Senin kemarin, warga sekitar sudah kembali dikejutkan dengan dua pohon pisang yang tumbuh di tengah badan jalan. Adapun sekeliling pohon itu penuh lumpur.
“Jalan ini mulai rusak dua tahun terakhir, sejak dilalui truk pengangkut batu emas milik PT Pinang Sejati Utama (PSU),” tutur seorang siswa SMAN 1 Kluet Utara memberi tambahan penjelasan.
Ia ucapkan itu ketika duduk-duduk di warung kopi tradisional, di Simpang Empat, Kluet Utara. Ucapannya dibenarkan oleh beberapa pemuda di sana. Namun, mereka mengaku ‘takut’ buka suara.
“Di kampung kita ini susah. Katanya saja sudah damai. Namun, kita belum bisa buka suara. Demokrasi susah di sini, terutama di Kluet Utara ini,” tambah seorang mahasiswa IAIN asal Kluet Utara, yang turut ngopi barenghari itu, dalam suasana libur lebaran.
Menggamat Hancur
Sehari sebelumnya, Sabtu (3/9), beberapa orangtua Gampông Krueng Kluet juga sempat berkomentar tentang jalan Kluet Utara yang rusak. Bahkan, jalan itu rusak hingga ke Meunggamat, Kecamatan Kluet Tengah.
“Sepanjang jalan dari Simpang Empat, Kluet Utara, sampai ke Meunggamat, Kluet Tengah, memang sudah hancur lebur. Tadi, kamu merasakan sendiri bagaimana berjalan di atas batu-batu saat menuju ke sini. Kalau kita bawa istri yang sedang hamil, bisa-bisa keguguran,” kata seorang bapak, yang menyebutkan tak perlu menulis namanya.
Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya jalan ke Meunggamat itu sudah dijanjikan oleh pemerintah setempat untuk diperbaiki. Hanya saja tak jelas realisasi.
“Itu pun, menurut yang dikatakan kepada kami, yang diperbaiki hanya 12 kilo. Padahal, jalan ke Meunggamat rusak seluruhnya. Kalau diperkirakan sekitar 26 kilo ada,” papar lelaki yang menjabat sebagai seorang tetua gampông di sana.
Kendati demikian, dia mengakui PT PSU yang telah merusak jalan di sana ada menyumbang ‘hak debu’ untuk gampông-gampông imbas jalan rusak. Hanya saja, menurut bapak itu, tidak jelas siapa pengelola dana tersebut.
“Dananya sampai Rp1,5 juta per gampông. Kalau dikali-kali, memang tidak cukup. Udah sedikit, tidak jelas pula ke mana larinya uang itu,” keluhnya.
Ia juga menjelaskan tentang bagi-bagi dana dari pihak PT PSU yang membuka lahan pertambangan di gunung Meunggamat. Menurut dia, hanya gampông di Meunggamat saja yang diberikan bagian oleh PT tersebut. Padahal, imbas dari bencana alam dirasakan oleh warga dua kecamatan, Kluet Utara dan Kluet Tengah, tidak tertutup kemungkinan Kluet Selatan dan Kluet Timur juga kena, jika banjir bandang benar-benar datang.
“Apa ditunggu musibah banjir bandang dulu, baru mata pemerintah dan anggota dewan terbuka? Inilah akibat negeri dipimpin bukan oleh semestinya pimpinan. Nyang kaya meutamah kaya laju, nyang gasien meutamah ciret laju,” ketusnya.
Ditanya apakah truk milik PT SPU masih melintas jalan itu, ia menjawab tidak lagi. “Pihak PT sudah mengalihkan truk mereka ke Payateuk. Mereka buka jalan di sana. Jalan di sini sudah tak dikasih warga lewat lagi, tapi jalan ini sudah rusak. Untuk apa lagi?” katanya.
Namun demikian, warga Kluet Utara percaya bahwa pemerintah mereka belum tertutup matahatinya. “Semoga saja bupati, anggota dewan, dan siapa saja yang berwenang, terbuka pintu hati mereka melihat kondisi jalan ini. Penanaman pohon pisang seperti ini memang langka di kampung kita. Namun, ini terpaksa dilakukan warga, karena sudah tak tahan lagi,” jelas Maulizar, pemuda Kluet Utara, melalui saluran chating.lidahtinta.wordpress.com
Tag : feature
0 Komentar untuk "Tak Ada Jalan, Pohon Pisang pun Jadi"

\bisnis paling gratis

Iklan

Back To Top